Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MATARAM
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2023/PN Mtr H. ANHAR TOHRIE als. H. ANHAR TOUHRIE KEPALA KEPOLISIAN RESOR LOMBOK BARAT Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 02 Jan. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Mtr
Tanggal Surat Senin, 02 Jan. 2023
Nomor Surat 001/PID.PRA/K.H-IS&P/I/2023
Pemohon
NoNama
1H. ANHAR TOHRIE als. H. ANHAR TOUHRIE
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESOR LOMBOK BARAT
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

II. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
  1. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  1. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

  1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
    • [dst]
    • [dst]
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
  1. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
  2. Tidak diperolehnya bukti yang cukup untuk menetapkan terlapor sebagai  tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai bahan penuntutannya.dalam hal ini penetapan tersangka terhadap klien kami adalah error inpersona dan haruslah dihentikan penyidikannya.

Mengenai hal ini, telah diatur terang dan jelas dalam pasal 184 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa untuk dapat ditetapkannya seseorang sebagai tersangka haruslah memenuhi alat bukti yang cukup. Namun dalam kasus yang didugakan kepada klien kami ini pelapor maupun penyidik tidak dapat memperolah atau menemukan bukti alat bukti yang memadai untuk  menuntut klien kami apabila diajukan dimuka persidangan. maka menurut hemat kami pemanggilan klien kami sebagai tersangka tersebut adalah hal yang sangat dipaksakan dan merupakan kesewenag-wenangan aparatur penegak hukum (Kepolisian Resor Lombok Barat). Tanpa mempertimbangakan bahwa penyidik tidak jeli secara seksama melihat apakah perkara aduan atau laporan yang di ajukan oleh pelapor adalah merupakann ranah perdata atau pidana.serta pelapor tidak memilik legal standing sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Agama Giri Menang  maupun Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram yang dikuatkan  oleh Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya yang sudah berkekuatan hukum Tetap. 

Bahwa berdasarkan seluruh alasan serta dalil-dalil pemohon di atas, maka pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan a quo untuk memberikan putusan dengan amar sebagai berikut :

  1.  PETITUM
  1. Menerima dan Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan dan Menetapkan tidak sah penetapan tersangka yang dilakukan oleh Termohon terhadap H. ANHAR TOHRIE als. H. ANHAR TOUHRIE  dalam Laporan Polisi Nomor :  LP/B/467/XII/2021/SPKT/RES LOBAR/POLDA NTB, tertanggal 24 Desember 2021; karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan dan Menetapkan hukum tidak sah dan tidak berdasar atas hukum tindakan Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana Pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  4. Menyatakan dan Menetapkan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri H. ANHAR TOHRIE als. H. ANHAR TOUHRIE;
  5. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku;

 

Dan / atau

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Demikian permohonan Praperadilan ini kami sampaikan dengan harapan Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan a quo memberikan putusan dengan berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terimakasih.

Pihak Dipublikasikan Ya